Orangutan Pongo Pygmaeus Borneo Kritis


Kapanlagi.com - Studi paling komprehensif mengenai penyebaran orangutan Borneo wilayah Barat (Pongo pygmaeus pygmaeus) di Taman Nasional Betung Kerihun dan areal hutan sekitarnya menunjukkan bahwa sub spesies ini membutuhkan aksi perlindungan segera.
Laporan World Wild Fund (WWF) dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (05/12), menyebutkan, kerusakan habitat dan perburuan orangutan tersebut serta perdagangan satwa liar di daerah ini dalam beberapa dekade terakhir cukup tinggi.
Kelompok Pongo pygmaeus pygmaeus hanya ditemukan di Kalimantan Barat (Indonesia) dan Sarawak (Malaysia) dan merupakan sub spesies yang paling terancam di antara tiga sub spesies orangutan yang ditemukan di Borneo dewasa ini.
Laporan yang dirilis di Pontianak, Selasa, menyimpulkan bahwa sekitar 1.030 ekor orangutan Borneo Wilayah Barat ditemukan hidup di dalam dan di sekitar Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), yaitu dari total sekitar 4.800 individu subs pecies yang tersisa di Borneo.
Studi ini merupakan kajian pertama yang secara spesifik berhasil mengidentifikasi sebaran habitat dan populasi sub spesies ini di kawasan tersebut, sekaligus menunjukkan pentingnya upaya perlindungan segera.
"Guna memastikan keberlangsungan hidupnya di alam, populasi ini membutuhkan upaya perlindungan khusus dan harus dimonitor keberadaannya dalam jangka panjang," kata Spesies Conservation Program Officer, WWF-Indonesia di Putussibau, Kalimantan Barat, Albertus Tjiu.
Hal ini penting mengingat populasi sub species P.p. pygmaeus ini memiliki kesempatan hidup yang cukup besar mewakili taxon ini di seluruh Borneo. Orangutan Borneo wilayah Barat ini juga telah ditetapkan sebagai populasi dengan prioritas tertinggi atau High priority Population oleh program Great Ape Survival yang diinisiasi oleh UNESCO dan UNEP.
Tindakan khusus yang perlu diambil termasuk diantaranya penegakan hukum dengan kebijakan 'nol persen perburuan' (zero hunting) di dalam kawasan taman nasional; perluasan kawasan dilindungi di Daerah Aliran Sungai Embaloh; pemantauan sub-populasi yang hidup di bagian barat kawasan taman nasional; dan mendorong terciptanya kawasan lindung lintas batas sepanjang wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.
Selain mendapatkan populasi orangutan di dalam kawasan taman nasional, survey ini juga menemukan bahwa terdapat jumlah populasi yang cukup signifikan di luar kawasan.
Dr. Marc Ancrenaz, penulis laporan tersebut mengatakan, sampai kajian tersebut dilakukan, semestinya tidak ada konversi hutan bernilai tinggi atau yang diduga menjadi habitat orangutan untuk tujuan apapun.
Berdasarkan survei ini, WWF dan mitranya merekomendasikan adanya pembangunan koridor hutan yang menghubungkan dua populasi orangutan di Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum sebagai langkah penting untuk memastikan keberlangsungan jangka panjang sub spesies ini di Borneo.
Kedua taman nasional ini berada di jantung hutan borneo atau yang dikenal sebagai inisiatif Heart of Borneo, yaitu inisiatif konservasi lintas batas yang melibatkan pemerintah Brunei, Indonesia dan Malaysia guna melindungi dan mengelola secara lestari salah satu pusat keanekaragamayati dunia di Borneo.
Sementara itu, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ditjen PHKA, Dephut, Adi Susmianto, mengatakan, Pemerintah Indonesia sangat berkomitmen terhadap perlindungan populasi orangutan dan habitatnya dan akan bekerja dengan semua pihak yang terkait untuk menciptakan sinergi bagi efektifnya upaya konservasi orangutan.
Komitmen ini telah dituangkan dalam Rencana Aksi Konservasi Orangutan Borneo yang dihasilkan dalam lokakarya di Pontianak tahun lalu. (*/lpk)


http://berita.kapanlagi.com/pernik/orangutan-pongo-pygmaeus-borneo-kritis-dan-perlu-perlindungan-segera-ij5natl_print.html